Adab Bertaubat

2635
0
BERBAGI

Taubat merupakan kewajiban setiap hamba dan juga sarana yang Alloh subhanahu wa ta’ala syariatkan. Taubat juga merupakan sebagai bukti kasih sayang-Nya pada hamba-hamba-Nya sebagai “pendosa” yang ingin “kembali” kepada-Nya, bahkan taubat adalah jalan untuk menjemput ampunan-Nya yang amat sangat luas.

Alloh ta’ala berfirman:

 وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“…Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alloh, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (QS. an-Nur [24]: 31).

Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada menyebutkan didalam kitabnya, “Mausū’ah al-adab al-islāmῑ”, di antara adab-adab yang harus dijaga ketika seseorang hendak bertaubat yaitu:

  1. Ikhlash kepada Alloh dan tunduk bersimpuh di hadapan-Nya.

Sadarilah, bahwa Alloh subhanahu wa ta’ala telah banyak berbuat baik pada hamba-Nya yang “pendosa”, sehingga ia bertambah tunduk (khusyu’), bergantung (ta’alluq), dan merasa butuh pada Alloh, sehingga ia bertaubat semata-mata ikhlas mengharapkan wajah Alloh, menyambut seruan-Nya, mencari ridho-Nya dan takut akan adzab-Nya.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. az-Zumar [39]: 11)

  1. Bertaubat dari segala dosa dan menyegerakan taubat baik hati, lisan dan anggota badan.

Bertaubat kepada Alloh azza wa jalla dari segala dosa dengan segera dan tidak menunda-nunda, dengan menyesali apa yang telah dilakukan dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi, senantiasa beristighfar (mohon ampun) pada Alloh subhanahu wa ta’ala dan perbaharui taubat. Nabi sholallohu alaihi wasallam saja (orang yang terampuni dosa-dosanya baik yang terdahulu ataupun yang akan datang) beristighfar 100 kali dalam sehari.

Beliau sholallohu alaihi wasallam bersabda:

“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Alloh, sungguh aku bertaubat (kepada-Nya) seratus kali setiap hari.” (HR. Muslim).

Lantas bagaimana dengan kita yang “bergelimang” dan “berlumur” dengan dosa..?? dan matipunkan menjemput kita yang tak kita ketahui kapan datangnya..!?

  1. Menyesali dosa dan maksiat, meninggalkan maksiat dan bertekad untuk tak mengulangi lagi.

Menyesali perbuatan dosa dan maksiat yang telah dilakukan, meninggalkannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Tiga hal ini termasuk syarat diterimanya taubat.

Dan firman Alloh subhanahu wa ta’ala:

 إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“… kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Furqon [25]: 70)

  1. Mengembalikan hak-hak orang yang terdzolimi atau meminta dihalalkan.

Jika kemaksiatannya terkait hak-hak manusia yang lain, maka wajib untuk mengembalikannya atau minta dihalalkan, baik darah, kehormatan, ataupun harta.

Nabi sholallohu alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa telah berbuat dzolim terhadap saudaranya, baik dalam harta maupun kehormatannya, hendaklah ia meminta dihalalkan kepadanya sekarang, sebelum datang hari ketika tiada lagi dinar dan dirham, jika ia memiliki amal sholih, maka akan diambil darinya sekadar kedzolimannya. Jika ia tidak memiliki amal sholih, maka akan diambil dosa orang yang didzolimi dan dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhori)

  1. Menutup aib diri apabila Alloh menutupinya, tidak membukanya, dan mengganti keburukan dengan kebaikan.

Menutup aib diri sendiri termasuk adab islam, dan tidak menceritakannya kepada orang lain.

Nabi sholallohu alaihi wasallam bersabda:

“Seluruh umatku dimaafkan kecuali al-mujahirin (orang yang menyebarkan perbuatan maksiatnya). Termasuk mujahir adalah seorang hamba melakukan maksiat pada malam hari. Kemudian, pada pagi harinya Alloh menutupinya. Namun, ia malah berkata: ‘Wahai fulan, aku telah melakukan begini dan begini tadi malam.’ Pada malam hari Alloh menutupi aibnya, tetapi keesokan harinya ia membuka penutup Alloh dari aib dirinya”. (HR. Bukhori dan Muslim)

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

“Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Hud [11]: 114)

Sabda Nabi sholallohu alaihi wasallam lainnya:

“Bertakwalah kepada Alloh dimanapun engkau berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Jadi, setelah ia meninggalkan kemaksiatannya, selanjutnya ia harus mengganti dengan amalan ketaatan pada Alloh subhanahu wa ta’ala, hal tersebut sebagai “penghapus” dosa sebelumnya.

  1. Memperbaharui taubat dan berusaha menjadi lebih baik.

Tekadang seseorang melakukan maksiat kembali, sehingga ia harus bertaubat lagi, maka harus memperbaharui taubatnya, dan berusaha terus untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.

  1. Bertaubat pada waktu diterimanya taubat.

Waktu-waktu diterimanya taubat yaitu:

  1. Sebelum nyawa di kerongkongan). Nabi sholallohu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Alloh menerima Taubat seorang hamba sebelum nyawa sampai di kerongkongan”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
  2. Sebelum terbitnya matahari dari arah barat. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa bertaubat sebelum terbitnya matahari dari arah barat, niscaya Alloh akan menerima Taubatnya”. (HR. Muslim)

Semoga bermanfaat dan Alloh  memberikan hidayah taufiknya agar kita menjadi hamba-hamba-Nya yang senantiasa bertaubat kepada-Nya dan diterima disisi-Nya. Aamiin, Wallohuhu Ta’ala a’lam…

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY