Setelah peperangan melawan orang-orang murtad pada zaman Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu usai, maka pasukan muslimin yang dipimpin oleh Khalid bin Walid beranjak menuju daerah Irak dan daerah kekuasaan Persia.
Perang pertama yang dihadapi oleh Khalid di Iraq adalah perang Dzatu Salasil. Perang ini bermula ketika Khalid menuju daerah yang bernama Ubulla, maka ia mengirim surat keapada Hurmuz, petinggi Persia penguasa Ubulla, yang berisi ajakan agar ia memeluk Islam, jika tidak maka mereka wajib membayar jizyah atau perang. Namun ajakan itu ditolak dan Hurmuz memilih perang. Dia kemudian menyiapkan pasukan untuk memerangi kaum muslimin.
Tibalah dimana kedua pasukan bertemu. Dengan pongah Hurmuz berteriak dari barisannya, “Mana yang namanya Khalid?!”. Ia berteriak demikian untuk mengajak Khalid duel tanding satu lawan satu. Dengan wibawa tinggi selaku kesatria, Khalid muncul dan maju. Namun begitulah kebiasaan orang Majusi, mereka suka berkhianat. Hurmuz memberikan isyarat kepada beberapa petarung handal yang telah ia siapkan untuk maju membunuh Khalid secara licik agar semangat pasukan muslim bisa goyah dan mudah dipatahkan.
Khalid berdiri sendiri dikelilingi oleh pasukan inti yang sudah disiapkan. Lalu apakah Khalid takut dan menyerah?
Tidak! Sama sekali tidak!, bahkan tidak pernah terlintas di pikirannya untuk meyerah, karena bagi alumni madrasah Nabi shallallahu alaihi wasallam mati syahid merupakan hal yang mereka cari. Bahkan itu menjadi sebuah simbol bagi pejuang Islam yang mana mereka mencintai kematian sebagaimana orang kafir mencintai kehidupan.
Dalam keadaan Khalid yang terkepung, muncullah seorang panglima yang menerkam bak singa memburu mangsanya. Dengan suara yang keras ia menumpas para penghianat yang telah mengepung sang pedang Allah.
Lalu siapakah panglima yang berani itu?
Dia adalah Qa’qa’ bin Amru At-Tamimi, seorang panglima dari Bani Tamim yang terkenal dengan kehebatannya. Abu Bakar pernah berkata tentangnya:
لا يُهْزَمُ جَيْشٌ فِيهِمْ مِثْلُ هَذَا
“Tidak akan kalah sautu pasukan jika di dalamnya ada orang seperti ini (Qa’qa’)” (Tarikh Thabari 3/437)
Qa’qa menumpas para petarung handal majusi itu, sehingga membuka pintu bagi Khalid untuk menyerang pemimpin tertinggi pasukan musuh. Ketika itulah Khalid mengangkat pedangnya dan menebas leher Hurmuz si musuh Allah.
Dengan berhentinya nafas Hurmuz, maka pasukan musuh semakin kacau dan mudah untuk ditaklukan. Adapun mengenai mengapa perang ini disebut dengan Dzatu Salasil (Perang Rantai); karena Hurmuz mengikat kaki prajuritnya dengan rantai agar tidak lari. Tapi ternyata hal itu semakin memudahkan kaum muslimin untuk menumpas mereka. Wallahu A’lam.
Referensi:
- Tārikh Ath-Thabari (3/347-348)
- Al-Mausū’ah Al-Muyassarah Fī Tārīkhil Islāmi (1/76-77)
- Mi’ah Min ‘Uzhamā’ Ummatil Islām Ghayyaru Majra At-Tārikh (477-478)
–Semoga Bermanfaat–
Artikel dan info lainnya tentang Yamima juga bisa anda dapatkan melalui:
Website : http://bit.ly/2CO68ES
Facebook : http://bit.ly/2DvN5Rh
Instagram: http://bit.ly/2sKUjeb
Twitter : http://bit.ly/2Wjo7fl
Youtube : http://bit.ly/2WgTIhN