PEMILU

834
0
BERBAGI

👤 Oleh Sufyan bin Fuad Baswedan

Bissmillahirahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh,
Alhamdulillah washolatu wassalam ala Rosulillah wa ala alihi washobihi wamaw walah, ama ba’du.

Terkait pertanyaan-pertanyaan seputar mengikuti pemilu alias nyoblos ataukah golput alias tidak nyoblos dan beredarnya berbagai analisa serta statement dari banyak kalangan yang terkadang itu ditanyakan juga kepada ana. dan ana memberikan komentar namun mungkin si penukil komentar ini tidak menyertakan komentar awal yang dia minta agar dikomentari sehingga makna itu kurang tersampaikan dengan jelas. maka melalui voice message ini, ana sufyan bin fuad baswedan ingin memberikan beberapa statement :

  1. Bahwa setiap orang yang beriman yang mengakui kebenaran Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pasti yakin bahwa pengaturan suatu pemerintahan suatu negara dengan sistem demokrasi adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran islam, mengapa demikian? karena hakekat dari demokrasi itu adalah mengalihkan hak untuk menetapkan aturan, membuat produk hukum atau menjalankan kebijakan dari yang tadinya milik Allah dan kita hanya menjalankan menjadi mutlak itu milik kita sekaligus kita yang menjalankan, artinya dari sisi ini tidak ada perbedaan kok bahwa demokrasi itu sesuatu yang bertentangan dengan ajaran islam dari sisi konsekwensi dari demokrasi itu sendiri yakni rakyat bebas mengatur dirinya tidak ada kewajiban untuk taat kepada Allah mana kala mayoritas rakyat memilih untuk tidak taat kepada Allah maka itulah yang akan diberlakukan, ini kan demokrasi secara sederhana kan seperti itu. ini jelas kita yakini kebathilannya.
  2. Pemilihan umum sebagai salah satu sarana yang digunakan oleh sistem demokrasi ini yang mengacu krpada banyak-banyakan suara alias yang paling banyak suaranya dialah yang akan menang yang akan berkuasa ini juga sesuatu yang tidak benar. karena kebanyakan manusia itu tidak mengetahui, kebanyakan manusia tidak beriman, kebanyakan manusia membenci kebenaran bagaimana yang sering digaungkan oleh ayat-ayat dalam Al Quran ketika menyebutkan

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ

(Akan Tetapi kebanyakan manusia) itu biasanya tidak enak setelah itu

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

(Akan Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.)

أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ

(Kebanyakan manusia tidak beriman.)

أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُونَ

(Kebanyakan manusia tidak bersyukur) ,

وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَٰرِهُونَ

(Kebanyakan manusia membenci kebenaran)

Dan lain sebagainya. Jadi otomatis kalo ini yang menjadi tolak ukur maka hasilnya negative.
Jadi dua mukadimmah ini kita sepakat kok. Tidak ada perbedaan in syaa Allah ya tidak ada perbedaan.

Masalahnya adalah apakah kondisi kita sekarang ini, diberi pilihan oleh sistem yang ada antara memilih cara islam ataukah memilih dengan cara demokrasi? Ana melihat bahwa kondisi kita saat ini kita tidak diberi pilihan, mungkin ada orang yang berbeda pendapat silahkan gapapa. Cuman ana melihat bahwa sebenarnya kita disini tidak diberi pilihan.

Kan bisa golput?
Golput itu bukan berarti ia keluar dari sistem demokrasi, tapi dia tidak menggunakan hak pilihnya. dia tidak bisa keluar dari demokrasi sebetulnya, karena dia golput maupun tidak golput demokrasi akan terus berjalan kok. dan saya sudah sempat tulis tadi skema sederhananya kalaulah ada 1000 orang yang diberi hak pilih namun sebagian tidak menggunakan hak pilihnya, maka sistem demokrasi tidak akan mempertimbangkan banyaknya orang yang tidak menggunakan hak pilih tadi karena yang dilihat adalah berapa suara yang masuk, kemudian mana yang lebih besar prosentasenya yang dipilih. misalkan dari 1000 orang tadi 90%nya golput hanya 100 orang yang menggunakan hak pilihnya, maka yang dilihat dari 100 orang ini berapa puluh orang yang milih A dan berapa puluh orang yang milih B, kalo ternyata yang milih A itu ternyata 51 orang maka A yang menang ini kalo terkait dengan eksekutif kalo terkait dengan legislatif maka pemilihan terhadap partai/parpol itu akan menentukan jumlah kursi mereka di DPR ada berapa. dan makin banyak kursinya makin besar peluang mereka untuk mengganjal atau memprotes atau bahkan merumuskan undang-undang, nah ini yang bahaya. artinya banyak sedikitnya orang yang golput tidak akan merubah tidak akan menghentikan sistem demokrasi ini yang perlu dipahami. justru ketika yang golput ini semakin banyak maka ini akan memudahkan kalangan minoritas non muslim atau orang-orang yag mengaku muslim namun tidak suka dengan islam dan itu banyak sekali maka akan semakin mudah mereka mengambil alih kekuasaan dengan skema yang ana jelaskan tadi 40% non muslim atau muslim abangan atau muslim KTP atau muslim yang tidak komit dengan ajaran islamnya atau hanya berbaju muslim saja, 40% ini muslim yang baik-baik berakidah ahlussunnah wal jamaah senantiasa menjaga shalatnya, berakidah yang lurus, ketika terjadi pemilu yag 40% ini sepakat mereka untuk memilih calon yang memperjuangkan aspirasi mereka, 60%nya pecah, separuh mengatakan “saya akan menggunakan hak pilih, separuh lagi mengatakan “saya tidak akan menggunakan hak pilih, saya mau golput saja, saya tidak mau nyoblos” maka yang dipastikan menang adalah yang lain. kaum muslimin akan terkalahkan disini, bukan karena jumlah mereka yang sedikit, tapi karena banyaknya orang yang tidak menggunakan hak pilih mereka, jadi golput pun ttp demokrasi yang berjalan, tidak lepas dari sistem demokrasi ini.

Kecuali jika sistemnya begini, kalo golput itu lebih banyak daripada yang memilih, maka pilihan diserahkan kepada yang golput, misalnya sistemnya seperti itu, maka baru disini orang yang golput memiliki pengaruh langsung terhadap sistem yang digunakan, atau ketika golput lebih banyak daripada yang menggunakan suara, maka demokrasi akan dihentikan dan akan beralih ke syariat islam atau kepada sistem pemilihan yang islami, kalo memang begitu aturannya barulah yang golput disini berjasa dan dia benar-benar merealisasikan sikap wala’ wal bara’nya kepada ajaran-ajaran yang bertentangan dengan islam. tetapi kalo tidak seperti itu golput atau tidak golput tetap demokrasi yang berjalan disini, dan dalam kondisi-kondisi tertentu yang golput ini justru memudahkan kalangan-kalangan yang tidak suka kepada islam untuk melenggang mengambil alih kekuasaan. itu point yang kedua.

  1. Apakah ketika kita menggunakan hak pilih, dan kita memilih kalo kaitanya eksekutif ya, salah satu paslon yang track recordnya berdasarkan sepak terjang dia sebelum ini. dia lebih baik daripada yang satu lagi, kemudian kita pilih paslon tersebut dan ternyata setelah dipilih dia berbalik melakukan hal-hal yang diluar prediksi kita apakah kita bertanggung jawab terhadap kesalahan-kesalahan mereka? jawabannya adalah tidak. mengapa?
    Karena andaipun pemilihan itu dilakukan dengan cara islami sekalipun – seseorang dipilih berdasarkan baiat dari Ahlul halli wal aqd – (orang yang memiliki kapasitas ilmiyah, ketakwaan dan kesolehan) sehingga tidak bisa dibeli pihak manapun dan semata-mata mereka mengangkat pemimpin yang paling mendatangkan kemaslahatan dan paling cakap, mereka semua ahlul halli wal aqd ini mungkin terdiri dari sekian orang atau sekian puluh orang saja, mereka sepakat untuk mengangkat fulan sebagai pemimpin, sebagaimana diangkatnya abu bakr ash-shiddiq dan diangkatnya utsman bin affan dan juga ali bin abi thalib melalui baiah ahlul halli wal aqd kemudian ternyata orang-orang yang dipilih dengan cara-cara islami ini berbalik apakah berarti mereka semua berdosa? kalo jawaban mereka berdosa terus dengan cara apa seseorang harus memilih pemimpinnya? kita semua gak mau berdosa, yang menggunakan cara syar’ipun tidak mau kalo mereka diharuskan menangnggung dosa yang tidak pernah dia harapkan itu terjadi dan tidak pernah itu diprediksi sedikitpun. karena sesuatu yang akan terjadi tidak ada yang bisa memastikan itu terjadi ataukan tidak, jangankan orang lain, kita saja tidak bisa memastikan bahwa kita 5 tahun kemudian akan seperti ini, kita terus berusaha untuk memelihara iman kita akidah kita namun tidak bisa kita memastikan yang akan terjadi di masa depan apalagi orang lain. jadi sekali lagi yang kita nilai adalah apa yang pernah dia lakukan sebelumnya, dan ini adalah tolak ukur yang syar’i. mengapa demikian, dalam shahih bukhori, umar bin khattab radhiyallahu anhu mengatakan :

١- [عن عمر بن الخطاب:] إنَّ أُنَاسًا كَانُوايُؤْخَذُونَ بالوَحْيِ في عَهْدِ رَسولِ اللَّهِ ﷺ، وإنَّ الوَحْيَ قَدِ انْقَطَعَ، وإنَّما نَأْخُذُكُمُ الآنَ بما ظَهَرَ لَنَا مِن أعْمَالِكُمْ، فمَن أظْهَرَ لَنَا خَيْرًا، أمِنَّاهُ، وقَرَّبْنَاهُ، وليسَ إلَيْنَا مِن سَرِيرَتِهِ شيءٌ اللَّهُ يُحَاسِبُهُ في سَرِيرَتِهِ، ومَن أظْهَرَ لَنَا سُوءًا لَمْ نَأْمَنْهُ، ولَمْ نُصَدِّقْهُ، وإنْ قالَ: إنَّ سَرِيرَتَهُ حَسَنَةٌ.

رواه البخاري في صحيحه في كتاب الشهادات باب الشهداء العدول (رقم ٢٦٤١)

Dahulu orang-orang divonis berdasarkan Wahyu di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, akan tetapi Wahyu telah berhenti dan sekarang kami hanya bisa memvonis kalian berdasarkan perbuatan yang kalian nampakkan kepada kami. Barang siapa menampakan perbuatan yang baik kepada kami, maka kami akan memberinya amanah dan mendekatkannya kepada kami dan kami tidak bertanggung jawab terhadap apa yang ada dalam hatinya. Allah yang akan menghisab apa yang ada dalam hatinya. Dan barangsiapa menampakkan yang tidak baik kepada kami, maka kami tidak akan memberinya amanah dan tidak akan mempercayainya, Walaupun dia mengatakan bahwa dalam hatinya itu baik.

Dan ini merupakan sunnahnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu anhu yang kita diperintahkan oleh rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- untuk berpegang teguh dengannya

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ

Jelas sekali disini bahwa yang akan dilakukan nanti bukanlah tanggung jawab kita selagi kita telah memutuskan berdasarkan apa yang kita ketahui tentang orang itu selama ini. jadi tidak perlu khawatir seseorang akan bertanggung jawab kalo yang dipilihnya itu berkhianat tidak perlu khawatir, yang bertanggung jawab adalah yang berkhianat, karena pada hakekatnya kita memilih tujuannya bukan karena merestui sistem demokrasi, bukan karena mencintai sistem ini demi menghindari mudharat yang paling besar yang itu sangat mungkin terjadi manakala yang terpilih adalah orang-orang yang sepak terjangnya merugikan kaum muslimin. barakallahu fiikum wallahu ta’ala a’lam

__

📜 Disampaikan oleh Sufyan Fuad Baswedan, Tanggal 3 April (2019) jam 10.05 WIB

Link Voice : https://bit.ly/2UABNF2

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY